By. ISTIQOMAH (170204007)
A. Proses Pembentukan
Bintang
Bintang terbentuk di
dalam awan molekul yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan
kerapatan dan tinggi, meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan
sebuah Vacuum chamber yang ada di Bumi. Awan
tersebut kebanyakan dari hidrogen dengan sekitar 23-28 % helium dan beberapa
pween elemen berat. Komposisi elemen dalam awan tersebut tidak terdapat banyak
erubahan sejak peristiwa nekleusintesis Big Bang pada awal alam semesta.
Bintang terbentuk dalam awan gas dan debu raksasa yang mengalami keuntuhan
gravitasi. Bintang mulai terbentuk di pusat sedangkan materi yang tersisa
membentuk piringan yang berotasi di sekeliling bintang muda tersebut.
Gravitasi mengambil
peranan yag sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan
bintang dimlai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yag dapat
memiliki maaa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan sering kali dipicu oleh
gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sebauah
wilayah mencapai keratapan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya
instabilitas jeans, awan tersebut akan mulai runtuh di bawah gaya gravitasi
sendiri. Berdasarkan instabilitas jeans, bintang tidak terbentuk
sendiri-sendiri, melainkan dalam bentuk kelompok yang berasal dalam suatu
keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi
konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh banyaknya bintang yang berusia
ama tergabug dalam gugus ata isosiasi bintang. Begitu awan runtuh, maka akan
terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut
globula book. Globula Bok ini dapat memiliki
massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya
kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas
sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini mencapai
kesetimbangan hidrostatik sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang
pra deret utama sering kali dikelilingi oleh piringan protoplanet Pengerutan
atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika
peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin,
hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir.
Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan
tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai
kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
B. Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar
hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan
tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada
dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.
C.
Akhir Sebuah Bintang
Ketika kandungan hydrogen diteras bintang habis, teras bintang mengecil
dan membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar
bintang yang masih banyak hidrogen
mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksas merah
yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang kerdil
putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar matahari, bintang
tersebut akan membentuk superraksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau
supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau lubang hitam.
D.
Stuktur Bintang,
Massa Bintang , Rotasi Bintang
Stuktur
bagian dalam bintang deret Utama, zona konveksi di tunjukan dengan lingkaran
bertanda panah dan zona radiasi dengan panah merah. Sebelah kiri adalah Katai
merah bermassa rendah, di tengah adalah katai kuning berukuran sedang dan di
sebelah kanan bintang deret utama biru-putih masif. Salah satu bintang paling
massif yang diketahui Eta Carinae. Dengan massa hingga 100-150 kali massa
matahari, bintang ini memiliki jangka hidup yang hanya beberapa juta tahun.
Penelitian terhadap gugus Arches menunjukan bahwa batas tertinggi massa bintang
dalam era sekarang alam semesta adalah 159 kali massa matahari. Alasan ntuk
batas ini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagiannya disebabkan oleh
luminositas Eddington, yaiti jumlah maksimal luminositas yang terdapat melewati
atmosfer bintang tanpa harus melontarkan gas ruang angkasa. Sebuah bintang
bernama R136a1 dalam gugusan bintang RMC136a, diukur memiliki massa 265 kali
massa matahari. Sebuah penelitian menunjukan bahwa bintang-bintang dalam gugus
bintang R136 yang bermassa lebih besar dari 150 kali massa matahari terbentuk akibat tabrakan dan
penggabungan bintang-bintang massif dari beberapa system biner yang berdekatan
sehingg bintang-bintang tersebut melewati batas 150 kali massa matahari.
Besar
gravitasi permukaan sebuah bintang ditentukan oleh diameter dan massanya.
Bintang-bintang raksasa memiliki gravitasi permukaan yang jauh lebih rendah
dari bintang-bintang deret utama, sementara kebalikannya untuk bintang-bintang
kompak seperti katai putih. Gravitasi permukaan mempengaruhi tampilan spektrum
sebuah bintang, dengan gravitasi yang lebih tinggi menyebabkan pelebaran garis
serapan. Laju rotasi bintang dapat ditentukan lewat spektroskopi, atau dapat diukur dengan lebih tepat lagi dengan mengamati
laju rotasi bintik bintang. Bintang-bintang muda dapat memiliki
laju rotasi yang tinggi, hingga di atas 100 km/s diukur pada ekuatornya.
Bintang kelas B Achernar,
misalnya,
memiliki laju rotasi sekitar 225 km/s atau lebih pada ekuatornya, menyebabkan
daerah ekuatornya menonjol keluar sehingga bintang ini memiliki diameter
ekuator yang lebih dari 1,5 kali jarak antar kutubnya. Laju rotasi ini hanya
sedikit di bawah laju rotasi kritis sebesar 300 km/s yang akan menyebabkan
sebuah bintang hancur Sebaliknya, matahari hanya berputar sekali selama
25–35 hari, dengan laju rotasi ekuator 1,99 km/s. Medan magnet dan
angin bintang memperlambat laju rotasi bintang-bintang deret utama
secara
signifikan seiring dengan berkembangnya sebuah bintang dalam deret utama.
A. Suhu
Bintang dan Umur Bintang
Suhu permukaan bintang deret utama
ditentukan oleh laju penghasilan energi di intinya yang umumnya diperkirakan
dari indeks warna bintang. Biasanya suhu ini
dinyatakan dengan suhu efektif, yang merupakan suhu jika sebuah bintang
dianggap sebagai benda hitam ideal yang memancarkan energi
dengan luminositas yang sama di seluruh permukaannya. Jadi suhu efektif
hanyalah sebuah gambaran, karena suhu pada sebuah bintang semakin tinggi jika
semakin dekat dengan intinya. Suhu di daerah inti sebuah bintang mencapai
hingga beberapa juta derajat Celsius. Suhu sebuah bintang menentukan laju
ionisasi berbagai unsur di dalamnya, juga menentukan sifat garis serapan
spektrumnya. Suhu permukaan, magnitudo
absolut dan sifat serapan spektrografi
bintang digunakan sebagai dasar untuk pengklasifikasian bintang (lihat
klasifikasi bintang di bawah).
Bintang masif dalam deret utama dapat bersuhu hingga
50.000 °C. Sedang bintang yang lebih kecil, seperti matahari, memiliki
suhu permukaan beberapa ribu derajat celcius. Raksasa merah
memiliki suhu permukaan yang relatif rendah sekitar 3.300 °C, tetapi
bintang ini memiliki luminositas yang tinggi karena permukaan luarnya yang
luas.
Sebagian besar bintang berumur antara
1–10 miliar tahun. Beberapa bintang mungkin bahkan berumur mendekati
13,8 miliar tahun–umur teramati alam
semesta. Bintang tertua yang ditemukan
hingga saat ini, HE 1523-0901,
diperkirakan berumur 13,2 miliar tahun. Semakin tinggi massa sebuah bintang
maka semakin pendek pula umurnya.
Hal ini terutama disebabkan karena bintang
dengan massa yang tinggi akan memiliki tekanan yang tinggi pula pada intinya
yang menyebabkannya membakar hidrogen dengan lebih cepat. Bintang-bintang
paling masif bertahan rata-rata hanya beberapa juta tahun, sementara bintang
dengan massa minimum (katai merah) membakar bahan bakarnya dengan
perlahan dan bertahan hingga puluhan sampai ratusan miliar tahun.